Rabu, 23 November 2016

Kisah anjing dalam Surat Al Kahfi

Dalam kisah Ash-habul Kahfi di surat Al Kahfi disebutkan mereka memiliki anjing.

وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ

“anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua” (QS. Al Kahfi: 18)

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ صَيْدٍ أَوْ زَرْعٍ انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

“Barangsiapa yang memiliki anjing selain untuk menjaga hewan ternak, untuk berburu, atau untuk menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qirath” (HR. Muslim 1575)

Ibnu Katsir mengatakan: “’anjing’ disini tercakup dalam keberkahan yang dikaruniakan kepada mereka, maka ‘anjing’ di sini pun mengalami hal yang sama seperti mereka yaitu tertidur. Sehingga ‘anjing’ disini dapat diartikan sebuah penyebutan dan pengabaran sesuatu yang abstrak. Sebagian ulama mengatakan bahwa anjing tersebut adalah anjing buruan milik salah seorang dari mereka. Ini pendapat yang paling kuat. Sebagian ulama mengatakan bahwa anjing tersebut adalah milik juru masak raja. Karena si juru masak mendapat taufiq untuk mengikuti agama yang benar, maka anjingnya menemani mereka. Wallahu’alam” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/144)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “ini tidak menunjukkan bolehnya memiliki anjing (secara mutlak). Karena dimungkinkan mereka (ash-habul kahfi) memiliki anjing untuk berburu atau menjaga hewan ternak. Pendapat yang rajih (diantara ahli tafsir) anjing ini adalah untuk berburu dan melindungi mereka. Maka untuk tujuan ini dibolehkan. Jika mereka memelihara anjing lalu dirawat dan diajari sehingga anjing tersebut bisa membantu berburu atau menjaga tanaman atau menjaga hewan ternak maka tidak mengapa sebagaimana sudah saya jelaskan. Maka tidak boleh kita memaknai dari ayat ini bahwa mereka (ash-habul kahfi) memiliki anjing untuk main-main atau tujuan lain. Tidak boleh demikian. Kita harus memaknainya dengan makna yang baik, karena mereka adalah ahlul khair dan ahlul istiqamah dan ahlut tha’ah. Selain itu apa yang terjadi pada mereka ini adalah syariat kaum terdahulu yang tidak berlaku dalam syariat kita sekarang. Mereka adalah kaum sebelum kita, yaitu sebelum diutusnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Jika Allah mentakdirkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang memelihara anjing, maka fakta bahwa ash-habul kahfi memelihara anjing bukanlah syari’at yang berlaku bagi kita”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar